Glasnot's Fried Rice with Love : Part 1

 Tiap pagi di kelas 11 IPS 4 selalu tercium bau nasi goreng yang dibawa oleh Glasnot, murid 11 IPS 4 juga. Nasi gorengnya terkenal dengan rasanya yang enak dan murah. Nggak heran kalo murid-murid 11 IPS 4 rela dateng pagi demi ngedapetin nasi goreng itu. Karena Glasnot hanya bawa 3 bekal saja. Kadang kalo telat dateng, ujung-ujungnya saling berbagi.
Agi menghampiri Glasnot di tempat duduknya “Not, nasi gorengnya mana?” tanyanya. Glasnot langsung membuka tas dan mengeluarkan satu bekal isi nasi goreng. Baru saja Agi mau mengambil nasi goreng itu, datanglah Farizqi dari arah belakang Glasnot dan langsung mengambil nasi goreng itu. “Gue dapet duluan.” kata Farizqi.
“Enak aja, gue duluan yang minta!” kata Agi sedikit membentak.
“Yang dapet duluan siapa? Jadi ini punya gue.” balas Farizqi
“Nggak! Nggak! Nggak! Gue yang dapet duluan!” Agi langsung merebut bekal itu dari tangan Farizqi, namun direbut lagi oleh Farizqi. Begitu-begitu saja. “Eh, udah nggak usah rebutan gitu.” kata Glasnot yang berusaha melerai mereka. Namun bekal itu pun terlempar dan tepat mengenai seragam putih abu-abu Aisha yang baru saja masuk kelas. Aisha menatap seragamnya. Glasnot menghampirinya “Lo nggak apa-apa?”
Aisha menatap Glasnot “Apanya yang nggak apa-apa? Lihat nih seragam gue kena nasi goreng lo!”. Agi dan Farizqi hanya melihat mereka saja. Glasnot mengambil sapu tangan dari saku celananya dan membersihkannya ke rok abu-abu panjang Aisha. Namun Aisha merebut sapu tangan itu dari tangan Glasnot “Sini! Biar gue aja yang ngebersihiin.” Aisha pun pergi ke tempat duduknya dan melewati Agi dan Farizqi yang sedang berdiri.
Glasnot langsung bertekuk lutut membereskan nasi yang tumpah. Lalu, pintu kelas dibuka, dilihatnya itu seorang cowok. Khoiri, anak 11 IPS 4. Dia berhenti di ambang pintu kelas dan melihat Glasnot yang sedang membereskan nasi gorengnya sendirian “Wah, Not. Masa nasi goreng lo buang sih? Mending buat gue aja.” canda Khoiri. Glasnot mendongak ke Khoiri “Bukan gue yang negbuang. Tuh, si Agi sama Farizqi.”
Dibelakang Khoiri, ada Ria yang melihat Glasnot sendirian membereskan nasi yang tumpah dan berdiri di samping Khoiri “Eh, bukannya bantuin Glasnot malah diem aja di sini.” katanya. Khoiri menoleh ke Ria “Oh, iya. Lupa.” Kata Khoiri. Lagi-lagi dia bercanda. Akhirnya mereka berdua membantu Glasnot.

***

Bel istirahat pun berbunyi. Glasnot dan Khoiri berjalan menuju sekre Pramuka yang ada di lantai bawah. Tiap istirahat pasti ke sana berkumpul sama teman-temannya. Di sana sudah ada Ridwan, sang ketua, yang lagi sibuk membuka dokumen berisi formulir biodata anggota pramuka. Lalu ada Reza yang lagi asyik gambar-gambar di papan tulis, dan Andi lagi sibuk mencari sesuatu di lemari. Mereka ini satu kelas, di kelas 11 IPS 3. “Sibuk amat, mas?” lagi-lagi Khoiri bercanda lagi. Dia menghampiri Ridwan.
“Iye, Ri. Bu Endang minta tolong gue buat ngecek lagi anggota pramuka yang fix ikut ke Cipelang nanti.” Kata Ridwan sambil membolak-balik kertas dokumen itu. Bu Endang adalah pembina pramuka, sekaligus guru sejarah kelas 11 IPA dan IPS. “Emang fix-nya kapan sih?” tanya Reza yang masih sibuk menggambar.
“Abis lebaran katanya, bulan September.” sambung Andi yang juga masih sibuk nyari sesuatu di lemari.
Reza berhenti menggambar dan menoleh ke Andi yang tepat di sebelahnya “Serius lo? Lama banget?” Reza kembali menggambar.
“Kalo bulan ini ataupun bulan depan terlalu mepet waktunya, Za. Lagian kan kita belum nyiapin perlengkapan apa-apa dan belum ada dana juga.” Kata Ridwan menoleh ke Reza yang ada di belakangnya. Reza mengangguk.
“HOY!”. Suara itu datang dari arah pintu sekre. Andi, Glasnot, Khoiri, Reza, dan Ridwan menoleh ke orang itu. Mereka tidak asing dengan suara itu. Siapa lagi kalo bukan Iqbal, siswa kelas 11 IPA 4, anggota pramuka juga. “OY!” balas Khoiri sambil melambaikan kedua tangannya ke atas.
“Eh, tumben pada ngumpul di sini.” kata Iqbal sambil berjalan masuk ke sekre. “Harusnya gue yang nanya itu ke lo. Kebalik.” kata Glasnot. “Oh, kebalik ya? Ya udah, reka ulang.”
“Nggak ada reka ulang. Karena waktu tidak bisa diputar kembali.” Glasnot sok bijak sambil sedikit tertawa.
“Aih... Glasnot hahaha.” kata Ridwan sambil tertawa.
“Sok bijak lo, Not.” kata Khoiri sambil mendorong pundak Glasnot.
“Lah, emang bener kan?” Glasnot membela diri.
“Tapi, nggak ada salahnya kan kita ingat masa lalu?” kata Reza yang akhirnya berhenti menggambar. Andi yang menghentikan aktivitasnya langsung bilang “Jangan. Nanti jadi galau berkepanjangan.”
Semuanya tertawa, “Asyik deh, Andi.” kata Ridwan nyengir. “Ini kenapa jadi nyambungnya ke sini-sini sih?” kata Khoiri sambil menggaruk kepala.
“Oh, iya. Mumpung kalian di sini, tolong kasih tau ke anak-anak pramuka yang kelas 11 ya, pulang sekolah kita ada rapat.” Ridwan menutup dokumen itu dan meletakkan di meja tepat di sebelahnya.

***

Di kelas 11 IPS 4
Saat itu sedang pelajaran sosiologi. Tapi gurunya nggak masuk. Suasana di kelas itu berisik sekali. Ada yang ngobrol, tidur, main HP, dengerin musik, menggambar, dan lain-lain. Khoiri bergabung dengan Glasnot yang lagi asyik ngobrol sama Tyas di tempat duduk Aisha. Mereka sebangku. Saat itu Aisha lagi ke toilet. ”Kenapa, Ri?” tanya Glasnot. Ria, yang tempat duduknya ada di depan Glasnot menoleh ke belakang “Kenapa?”
“Khoiri. Bukan lo.” Kata Glasnot nyengir. Tyas dan Khoiri tertawa. “Lagian, lo manggilnya Ri. Ya, jelas gue nengok.” Ria membela diri sambil tertawa dan setelah itu membetulkan posisi duduknya seperti tadi.
“Nggak apa-apa. Oh, iya, pulang sekolah ngumpul di sekre pramuka.” kata Khoiri ke Tyas. “Ada apaan?” tanya Tyas.
“Ada Glasnot, ada Andi, ada Ridwan...” jawab Glasnot asal.
“Maksud gue, nanti kita ngebahas apaan pas rapat?” tanya Tyas lagi. Glasnot mengangkat bahu. “Palingan ngebahas buat ke Cipelang nanti.” jawab Khoiri. Lagi asyik mengobrol, suasana di kelas pun semakin ramai. Karena mereka berlarian menuju tempat duduknya masing-masing karena mereka melihat ada guru piket yang baru saja melewati jendela kelas dan menoleh ke arah sini. Dan benar, guru piket itu masuk ke kelas XI IPS 4. Padahal kan lagi asyik ngobrol.
***

Bel pulang sekolah berbunyi.
Aisha berjalan menyusuri komplek perumahannya sambil memikirkan kejadian tadi pagi di kelas. “Gue kesel!” dia menendang kaleng yang tepat ada di depan kakinya. “Gue benci nasi goreng! Gue beci Glasnot!”. Sampai di rumah pun, Aisha memikirkan terus kejadian yang menimpanya tadi pagi.
Di kamar, Aisha berbaring di tempat tidurnya. Dia masih memikirkan kejadian tadi pagi. “Ih! Kesel! Kesel! Keseeeeelll!” Aisha meremas-remas bantal kecil yang di pelukya. “Udah ngotorin seragam gue, nggak minta maaf pula! Gue kesel sama Glasnot!”. Aisha nggak tahu kalau sebenernya ini terjadi karena Agi dan Farizqi.
Sementara di sekolah, rapatnya sudah selesai. Glasnot berdiri di depan sekre pramuka sambil menatap layar HP-nya. Menunggu Aisha membalas SMS. Khoiri yang baru saja keluar dari ruangan itu dan menghampiri Glasnot “Cie... Glasnot galau.” Khoiri cengar-cengir. Glasnot menoleh ke Khoiri “Orang kayak gue nggak pernah galau.”
“Jangan dosa, nanti bohong.” Khoiri lagi dan lagi bercanda
“Kebalik!”
“Oh, iya.”
Tyas pun keluar dari sekre. Glasnot dan Khoiri menoleh ke Tyas yang berdiri di samping Khoiri. “Pasti lagi nunggu sms dari Aisha?” kata Tyas tanpa basa-basi. Dia melihat Glanot menggenggam HPnya terus. “Oh... Aisha?” sambung Khoiri. “Jangan sok tau deh.”
“Jangan sok nutupin deh.” sambar Tyas
“Jangan sok ganteng deh.” sambung Khoiri yang kata-katanya nggak nyambung. “Nggak ada hubungannya.” kata Glasnot ke Khoiri.
“Telepon aja si Aisha.” saran Tyas. Khoiri mengayunkan jari telunjuk tangan kanannya “Nah, betul tuh. Itu pun kalo lo punya pulsa. Biasanya kan lo nggak ada pulsa.”
“Enak aja. Gue punya pulsa. Emang lo?” Glasnot meledek Khoiri.
“Tau aja sih kalo gue nggak ada pulsa sekarang hahaha.”
“Hahaha. Ya udah, lo telepon aja Aisha. Gue balik dulu ya.” pamit Tyas. Baru saja beberapa langkah untuk meninggalkan mereka, Khoiri pun angkat bicara “Mau gue anterin nggak?”. Tyas menoleh ke Khoiri “Nggak usah, Ri.”
“Nggak apa-apa. Gue juga mau balik kok. Lagipula kan kita searah.”
“Khoiri modus!” sambar Glasnot.
“Hm... Ya udah.”
“Hati-hati, Yas. Khoiri nanti modusin lo terus hahaha.” kata Glasnot lagi. Khoiri menyenggol bahu Glasnot dengan sikutnya. Tyas cuma senyum-senyum. Khoiri dan Tyas pun pulang bareng. Glasnot masih di depan sekre dengan HP digenggamannya. Dia masih bingung. Telepon Aisha nggak ya?, batinnya. Dan akhirnya Glasnot pun menelpon Aisha. Namun...
“Maaf, sisa pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini.”
“HAH? Perasaan kemaren gue udah isi pulsa deh.” gerutu Glasnot. Rencananya untuk menelpon Aisha, gagal.
***

Komentar