Glasnot's Fried Rice with Love : Part 3

Ridwan melihat jam tangannya menunjukkan pukul 9 pagi. Saat itu dia sedang ada di sekolah bersama anggota pramuka. Hari itu, mereka sedang sibuk membereskan sekre pramuka. Yang baru dateng Lili, Tyas, Reza. “Kok dikit banget sih yang dateng?” tanya Lili ke Tyas yang lagi mengeluarkan barang-barang di lemari. “Palingan masih pada tidur.”
“Palingan nggak pada dateng. Lagian bilangnya mau beres-beres sekre. Hari minggu pula.” sanggah Reza sambil mengangkat kardus untuk dibawa ke luar sekre. “Iya juga ya.” Lili menyetujui yang dibilang Reza. Tak lama datang seorang cowok. Dimas, kelas XI IPA 1, sekelas sama Lili. Dia melihat Lili, Tyas, dan Reza dari depan pintu sekre. Mereka saling diam. Lalu Dimas pergi.
“Dimas! Mau kemana?!” teriak Lili. Dimas berjalan mundur sampai depan pintu sekre “Mau pulang.” jawabnya datar.
“Bantuin kita dulu lah, Dim.” lanjut Reza.
“Mau bantuin apaan? Udah pada kebagian tugas kan?” Dimas kolot.
“Beliin kita makanan lah. Kan kita udah capek-capek beresin sekre.” Sambar Tyas. Dimas masuk ke dalam sekre “Mending bantuin kalian, daripada gue disuruh beli makanan. Ntar gue nggak dapet makanannya lagi.”
“Dih, gitu. Hahaha.” Reza tertawa. Dia pun keluar sekre sambil membawa kardus yang dibawanya. Dimas membantu Lili dan Tyas mengeluarkan barang-barang dari lemari dan memasukanya ke dalam kardus.
Di koridor, Reza bertemu Ridwan yang lagi mengutak-atik HPnya. Dia menghampiri Ridwan. “Eh, Wan.” panggil Reza sambil menepuk pundak Ridwan. Dia menoleh ke Reza yang ada di sampingnya. “Kenapa, Za?” tanya Ridwan.
“Lo lagi ngapain sih?”
“Gue lagi telponin anak-anak biar pada ke sini. Banyak yang bilang lagi on the way lah, baru bangun lah, belum mandi lah.”
“Hahaha. Alasannya ada-ada aja deh.” Reza tertawa. Dia langsung mengambil HPnya di saku jeans-nya. “Gue bantuin telponin anak-anak deh.”. Ridwan mengangguk setuju “Ya udah.”
Reza langsung mencari nomor kontak teman-temannya. Pertama, dia menelpon sahabatnya, Iqbal.
“Halo.”
“Eh, Za. Sorry, gue ngaret ke sekolahnya. Gue abis nganterin nyokap dulu.”
“Kasian banget. Hahaha. Ya udah, cepetan ke sini ya.”
“Iya, iya.”
Reza menekan tombol reject. “Siapa lagi yang belum ditelpon?” tanya Reza ke Ridwan. “Hmm... Kayaknya udah semuanya deh. Ya udah, kita bantuin beres-beres aja dulu.” ucap Ridwan. Mereka berdua pun berjalan menuju sekre.
Di sekre, ada Dimas, Lili, Reza, Ridwan, Tyas lagi sibuk beres-beres. Nggak lama Khoiri datang. Dia berdiri di depan pintu sekre sambil melambaikan tangnnya ke atas “Aku muncuuuul.”. Semua yang ada di dalam sekre itu menoleh ke Khoiri. Di samping Khoiri ada temannya yang ikutan melambaikan tangan juga ke atas “Aku jugaaa...” katanya menirukan suara Patrick. Siapa lagi kalo bukan Iqbal.
“Nah, bagus kalian udah dateng. Bantuin kita nih angkat meja.” kata Ridwan. Mereka meletakkan tanyan di samping “Lah? Baru juga nyampe, Wan.” protes Khoiri. Mereka berdua masuk ke sekre dan membantu Ridwa mengangkat meja. Dan akhirnya, mereka bertujuh pun kembali sibuk beres-beres sekre. Diselingi candaan anak-anak cowok juga.
Akhirnya, selesai juga. Semuanya duduk lesehan. Datanglah Andi dan Glasnot yang membawa banyak kantong kresek berisi minuman dan makanan. “Kasian banget yang abis kerja.” ledek Andi. “Kasian banget yang abis panas-panasan buat beli makanan.” balas Lili.
“Nggak apa-apa dong. Kan berdua sama Glasnot. Jadi panasnya tak terasa. Hahaha.” Andi tertawa.
“Andi... aku nggak nyangka ya.” canda Khoiri.
“Oh, maaf. Aku nggak bermaksud, Ri.”
“Jadi, selama ini kalian nusuk aku dari belakang ya.” sambung Glasnot
“Eh, ini kenapa jadi pada ‘belok’ semua?” Lili tertawa kecil. Semuanya tertawa. Rasa capek tak terasa kalo sudah ngumpul-ngumpul kayak gini. Apalagi diselingi candaan. Walaupun jayus.
Tak terasa waktu sudah sore. Mereka bersembilan pulang. Sekre bersih, perut kenyang, hati juga senang. Hehehe. Tyas berjalan menuju pintu luar. Khoiri menghampirinya “Yas.”. Tyas menoleh ke Khoiri yang ada di belakangnya “Sorry ya. Gue nggak bisa nganterin lu pulang. Gue nggak bawa motor. Tadi aja gue ke sini bareng sama Iqbal.” Jelas Khoiri.
“Ya udah.” kata Tyas heran “Gue pulang bareng sama Lili kok.” lanjutnya. Tyas merasa aneh sama Khoiri. Padahal dia nggak minta diantar pulang. Khoiri menggaruk-garuk kepala bagian belakang sambil nyengir “Kalo gitu, hati-hati ya.”
Tyas mengangguk “Iya. Lo juga hati-hati.” Tyas pun keluar sekre dan berjalan menuju gerbang sekolah. Khoiri kenapa ya? Batin Tyas.

***

“Di sini ada orang nggak?”. Ria yang baru saja ingin menyantap kwetiau kuah kesukaannya, lalu meletakkan sumpitnya ke mangkuk. Ria menoleh ke orang yang bertanya itu “Nggak ada.” katanya sambil menggeleng. Cowok itu pun duduk berhadapan dengan Ria. “Lo temennya si Faris ya? Yang dulunya ketua KIR.” tanya Ria. Cowok itu menatap Ria “Iya. Kok lo tau?”
“Soalnya lo sering pulang sama dia. Sama Adit juga kan?”
“He’eh. Lo kenal Faris dari mana?” cowok itu menyantapnasi goreng yang ada di hadapannya. “Kita kan satu ekskul. Lo bukannya anggota KIR juga ya?” tanya Ria. Cowok itu menatap Ria “Iya. Tapi kok gue jarang liat lo sih?”
“Loh? Padahal gue sering dateng loh pas ekskul. Gue malah sering liat lo.”
“Emang lo kelas berapa?”
“XI IPS 4. Lo?” jawab Ria sambil memutar-mutarkan sumpit di mangkoknya.
“XI IPA 4. Sekelas sama Khoiri dan Glasnot dong.”
“Iya.” Ria menangguk “Lo juga sekelas sama Adit dong. Kok gue jarang liat lo ya? Padahal kelas kita kan deketan.” Ria akhirnya menyantap kwetiau kesukaannya.
“Sama. Lo jarang keluar kelas ya?”
“Iya sih. Kecuali kalo ada tugas organisasi sama istirahat, baru gue keluar kelas.” Ria kembali menyantap kuetiawnya dan cowok itu juga menyantap nasi goreng itu. Mereka asyik menikmati makanan di jam istirahat ini.
Tak lama bel berbunyi. Mereka selesai makannya. Ria beranjak dari tempat duduknya. Baru saja mau melangkah, dia ditahan sama cowok itu “Eh, lo mau ke eklas ya?” tanyanya. Ria mengangguk. “Bareng deh, kelas kita deketan kan?” cowok itu beranjak dari tempat duduk. Ria mengangguk. Mereka berdua pun berjalan menuju kelas mereka masing-masing yang ada di lantai 2. Sampai di lantai 2, mereka selanjutnya mengambil arah yang berbeda.
“Gue duluan ya.” kata cowok itu. Ria mengangguk. Cowok itu pun berjalan memasuki kelasnya. Ria masih diam dan teringat sesuatu “Oh, iya. Nama! Gue lupa nanyain nama dia.” Ria menepuk jidatnya “Keasyikan ngobrol sih jadinya lupa deh. Aduh, Ri. Kalo ketemu gue tanyain langsung.”

***

Ria turun ke lantai bawah menuju ruang guru. Dia sedang membawa banyak kertas folio yang isinya pelajaran akuntansi semua. Di tangga, dia bertemu cowok yang tadi ketemu di kantin. Dia sedang menaiki tangga. Dia menoleh ke Ria. “Eh, lo lagi.” katanya. “Eh? Jangan panggil gue ‘eh’. Gue punya nama.” sanggah Ria.
“Oh, sorry-sorry. Emang nama lo siapa?” tanya cowok itu. Ria mencari-cari kertas folio yang ada nama dia. Ketemu “Nih.” Ria menunjukkan kertas yang ada namanya. Cowok itu mengangguk “Oh, Ria.”
“Nama lo siapa?” giliran Ria yang bertanya.
“Hmm... lo cari absen kelas XI IPA 4, abis itu cari omor absen 17. Nah lo bakalan tau nama gue siapa.” kata cowok itu. Ria heran “Loh? Kenapa lo nggak bilang langsung aja ke gue.”
“Tadi gue nanya langsung, lo malah ngasih kertas folio ke gue. Sekarang gantian. Lo cari nama gue di absen kelas XI IPA 4.”
“Oke. Yaudah gue mau ke ruang guru dulu ya.” Ria pun menuruni tangga. Cowok itu menaiki tangga menuju kelasnya.
Setelah ke ruang guru, Ria pun menuju ke tempat penyimpanan absen kelas. Dia pun mencari rak yang bertuliskan XI IPA 4. Ketemu, batin Ria. Namun setelah di cek, kertas absennya nggak ada. “Yah? Kok nggak ada sih?” katanya dalam hati. “Kalo nggak ada, apa gue tanya ke Adit aja ya?”
“Eh, jangan deh. Ntar gue dikira yang nggak-nggak lagi. Kalo tanya Faris? Sama juga. Serba salah kan jadinya.” Ria melipat tangannya di depan dada. “Gue mau cari tahu sendiri aja deh. Katanya kalo masih bisa melakukannya sendiri kenapa harus minta bantuan orang lain? Kan bikin repot.” Ria berjalan menuju kelasnya. Di tangga dia pun menghentikan langkahnya “Kok, kesannya gue kepo ya? Tapi, kalo kata Glasnot ‘bodo amat dah’ toh gue cuma pengen tau namanya dia doang kan?”

***
Di kelas XI IPS 4
Saat itu sedang pelajaran ekonomi. Guru PPL sedang mencatat di papan tulis. Kelas itu hening. Mereka sibuk menyalin catatan yang ada di papan tulis. Namun, ada yang sambil mendengarkan musik juga. Ria juga sibuk mencatat, namun berhenti karena dia teringat sesuatu.
“Cowok itu... siapa sih? Kok gue jadi kepikiran terus ya?. Kenal aja baru tadi pagi. Udah bikin penasaran aja.” Batinnya. Dia menoleh ke Khoiri yang tempat duduknya ada di samping kirinya. Khoiri sedang menulis. “Apa gue tanya Khoiri aja?” tanyanya dalam hati. Lalu Khoiri menoleh ke Ria yang masih menatap Khoiri
“Kenapa?” tanya Khoiri berbisik. Ria menggeleng. Lalu dia pun mengarah ke papan tulis lagi untuk mencatat yang ada di papan tulis. “Gak jadi nanya deh.” batinnya lagi. Ria langsung menjatuhkan kepalanya ke meja, dan tanganya mendekap tanpa basa-basi. Membuat temen sebangkunya, bahkan Aisha dan Tyas pun kaget. “Riaa!” kata Tyas berbisik namun dengan nada tinggi. Ria mengangkat kepala melihat ke arah papan tulis. Guru PPL masih asyik nyatet. Dia menoleh ke Tyas sambil nyengir. “Lo kenapa?” tanya Tyas bisik-bisik. Ria menggeleng. Dia kembali ke posisi semula. Meletakkan kepala di meja.

***

Pulang sekolah.
Ria menuruni tangga bersama siswa-siswi lainnya. Langkahnya terhenti tepat di depan tangga. “Tuh, dia!” batinnya. Dia melihat cowok yang tadi ketemu di kantin. Cowok itu lagi ngobrol-ngobrol sama Faris di depan meja piket. “Waktu yang pas! Ada Faris tuh. Jadi punya alasan buat ngobrol sam dia. Hahaha.” katanya dalam hati sambil menahan tawa. Dia berjalan menghampiri mereka berdua.
“Hai, Ris.” Sapa Ria. Faris dan cowok itu menoleh ke Ria “Hai.” kata Faris datar. Ria menoleh ke cowok itu dan melempar senyum. Lebih tepatnya nyengir. “Kenapa?” tanya cowok itu. Ria menggeleng.
“Gimana?” cowok itu nanya lagi.
“Apanya?” Ria balik nanya.
“Loh? Kalian saling kenal?” Faris bertanya-tanya.
“Belum sih. Karena gue belum tau nama dia siapa.” jelas Ria.
“Jadi, lo belum tau nama gue?” lagi-lagi cowok itu nanya. Ria menggeleng. “Kalo gitu, selamat mencari tau nama gue ya, Ri.” Kata cowok itu sambil menepuk pundak Ria. “Tapi kok si...” omongan Faris terpotong karena cowok itu menepuk pundak Faris agak kencang. “Maksud gue, kok dia tau nama lo sih?” Faris menahan kesakitan sambil mengelus pundak yang baru saja ditepuk oleh temannya. “Tanya aja ama dia.” Jawab Ria santai.
Lalu ada cowok yang memanggil mereka berdua dari jauh “HOY!” ternyata yang teriak itu si Adit. “Balik yuk.” pinta Adit. “Ya udah.” kata Faris. “Duluan ya.” Kata cowok itu ke Ria. Mereka bertiga pun meninggalkan Ria di sana. “Padahal tadi Faris udah mau nyebut nama tuh cowok, tapi dijegat. Oke, gagal.” gerutu Ria.

***
Cerita Selanjutnya <-- KLIK

Komentar