Pesan dalam Bunga

Pementasan berakhir dengan suara gemuruh tepuk tangan bergema dalam gedung. Aku tersenyum sungguh puas. Sebab ini panggung besar pertamaku. Ditonton ribuan pasang mata.


Setelah melakukan ojigi, aku dan teman-teman menuju belakang panggung untuk istirahat sejenak.

Ada yang langsung keluar lewat pintu samping untuk mengantarkan para penonton untuk pulang.

Macam-macam kegiatan di sana. Hiruk pikuk penonton memberi ucapan selamat kepada beberapa pemain, ada yang berfoto, pun ada yang berbincang. 

Aku hanya mengamati dari dekat pintu keluar. Memberi senyum dan ucapan terima kasih pada penonton yang keluar dari pintu itu.

Pandanganku menuju teman-temanku yang berkumpul dengan keluarga, rekan, bahkan pasangannya.

Memberi satu buket bunga, hadiah, sebagai tanda pernghargaan untuk mereka yang sudah bekerja keras dalam pementasan ini.

Tersenyum aku disertai rasa iri. Ya... siapa yang tidak ingin orang terdekatmu datang menonton aksimu di panggung?

Baru saja aku melangkahkan kaki untuk ke ruang ganti untuk istirahat, ada seseorang yang tergopoh menghampiriku.

Seorang lelaki dengan surai hitam. Mengenakan hoodie putih dibalut jaket kulit warna coklat gelap.

Lelaki itu membawa satu buket bunga dengan kartu yang terselip di sana.

"Sialan, aku tertukar dengan orang yang dandanannya mirip denganmu*. Untung aku cepat mengenali." ucapnya.

Aku mengerutkan kening, datang-datang langsung curhat, kataku dalam hati.

Aku tergelak, "Kamu orang yang keseratus yang terkecoh karena penampilanku yang mirip dengan dia." kataku hiperbola.

Lelaki itu melihatku dari atas sampai bawah. Aku yang mengenakan setelan jas rapi ala bangsawan lelaki, "Ganteng banget, sih? Aku jadi merasa tersaingi sebagai lelaki tulen."

"Emang kamu ganteng?"

"Ganteng, dong. Makanya kamu mau sama aku, kan?" Gilirannya yang tergelak.

"Percaya diri banget. Jadi, kamu menonton pertunjukkanku?"

Lelaki yang tinggi beberapa senti dariku itu mengangguk.

"Katanya enggak bisa?"

"Hehe. Sengaja biar kamu enggak gugup kalau tahu aku mau datang."

Ingin membantah tapi ia ada benarnya juga. Pasalnya ia adalah aktor ternama di negaranya. Aktor profesional yang sudah beberapa kali menjadi peran penting di beberapa judul teater. Salah satu teaternya adalah yang aku ikuti serinya.

"Aktingmu bagus, kok. Aku suka. Apalagi waktu kamu kejar-kejaran sama perempuan yang ceritanya jadi istrimu. Hahaha. Lucu." Ia tergelak lagi.

"Duh, jadi enak dikomentarin sama aktor terkenal."

Kami tertawa bersama.

"Oh, iya. Ini." Lelaki itu menyerahkan sebuket bunga, "buatmu. Selamat atas pertunjukannya. Tetap jaga kesehatan, ya. Besok ada dua pementasan lagi kan?"

Aku menerima buket bunga itu dan mengangguk, "Iya. Terima kasih sudah jauh-jauh datang dari Tokyo untuk ke sini."

"Demi kamu, apa sih yang enggak?"

Aku tertawa geli. Benar-benar menggelikan kalimatnya itu, "Apa, sih?"

"Sudah, ya. Penerbanganku besok pagi. Aku akan langsung ke hotel. Kamu langsung istirahat kalau sudah sampai rumah." Lelaki itu menepuk pelan kepalaku.

"Iya!" kataku dengan semangat.

Lelaki itu mundur dua langkah lalu melambaikan tangan sambil tersenyum memamerkan deretan giginya, "Dah... aku tunggu kamu di Tokyo."

"Doakan saja." Aku melambaikan tanganku yang bebas.

Setelah lelaki itu hilang dari pandanganku, aku membaca kartu yang terselip di buket bunga itu.

Selamat untuk panggung pertamamu! Impianmu yang satu sudah terwujud. Semangat untuk pementasan selanjutnya. Jaga kesehatan, ya, biar bisa ketemu aku di Tokyo nanti hehe.

Love,
Kondou Shouri


[SELESAI]

*Karena aku berperan sebagai bangsawan laki-laki, ada senpai-ku yang berperan sebagai butler. Kostum kami hampir sama, hanya beda bagian dasi dan jasnya senpai-ku belakangnya lebih panjang. Dan yang pasti lebih lakišŸ¤£

Halu teroooos heuheu







Komentar